pandangan dan langkah kosong

.
.
PANDANGAN DAN LANGKAH KOSONG
.
Puji dan syukur atas segala karunia dan rahmatNya , apapun yang telah Engkau berikan adalah yang terbaik yang patut kita terima. Setelah mimpi kita capai, setelah pandangan terasa indah, setelah keagungan puncak Mahameru terpeluk, setelah seluruh pertanyaan terjawab dengan baik, tiba saatnya untuk mengucapkan selamat tinggal dan kembali ke Kalimati.
Mengapa hanya Teddy dan Ulfa yang masih berada di jalur yang benar ? Mengapa Kiting dan Patua harus memilih sisi timur cemoro tunggal saat penurunan ? Mengapa Gaple tetap bersikukuh meneruskan jalur sisi timur Cemoro Tunggal sampai akhirnya memaksa Teddy berteriak memberi instruksi ? Mengapa Fai dan Rangga harus murung dan kaku ? Apakah langkah dan pandangan tidak lagi serasi ? Apakah aku, kau dan dia kembali merajalela ? Apakah langkah dan pandangan kita telah hampa oleh segala ketamakan dan kebanggaan berdiri di puncak Mahameru ? Apakah langkah dan pandangan kita telah hampa oleh kenyataan bahwa tidak semua dari kita menjejakkan kaki di puncak Mahameru ? Apakah itu semua memang bagian dari kita ?
.
Kebekuan semakin terasa saat kita berkumpul sebelum memasuki vegetasi hutan pinus antara puncak dan Kalimati. Saat itu hamparan alam yang terbentang di sisi timur, utara dan barat gunung Semeru, tersingkap oleh awan dan embun pagi, memberikan secercah keindahan alam yang sepatutnya kita nikmati dan syukuri. Hal ini telah membuktikan bahwa alam tidak akan pernah ingkar janji untuk memberikan yang terbaik bagi kita. Puncak gunung Bromo - Batok - Pananjakan, gunung Pananggungan, gunung Arjuno dan Welirang, bahkan masih terlihat jelas puncak gunung Argopuro dan gunung Raung di kejauhan bagian timur. Hamparan hutan tropis terbentang dihadapan kita, membentuk lekukan – lekukan tophography yang sangat menakjubkan. Apakah keindahan tersebut harus kita lewatkan dengan pandangan - pandangan kosong ?
.
Teddy kembali bergegas menuruni jalur tersebut diikuti oleh anggota tim memasuki kawasan hutan pinus. Siang itu, keperkasaan pohon - pohon pinus tampak lebih nyata daripada saat malam. Saat itu cerukan jurang yang curam terasa lebih menakutkan, saat itu adalah saat yang paling singkat bagi kita untuk menikmati panorama alam sekitar Kelik dan Arcopodo sebelum akhirnya kita sampai di Kalimati di posisi pukul 11.25 WIB.
.
Berbekal langkah – langkah gontai dan nafas berantakan kita lemparkan segala tetek bengek beban yang memberatkan, kita henyakkan punggung direrumputan sekitar areal perkemahan, kita pejamkan mata yang telah lelah dan perih, kita kosongkan hati yang telah terpesona, kita nikmati rasa letih dan penat saat kita tiba di Kalimati. Apakah ini adalah sebuah pembuktian bahwa segalanya telah terkuras tanpa sisa ? Tidak dengan Surya yang harus menyalakan kompor, membuat cocktail nikmat kelas kaos kaki, menebarkan senyum dan ucapan selamat datang kembali di Kalimati serta segala sesuatu yang tidak dapat kita kerjakan setelah menggapai apa yang telah menjadi mimpi kita.
.
Setelah beristirahat, minum, makan alakadarnya, boker, beser, bercerita dan guyon, packing dan berkumpul, akhirnya kita tinggalkan Kalimati tepat pukul 17.00 Wib dengan tujuan Ranu Kumbolo.
.
Lupakan bekunya suhu 7 - 8 °C di Kalimat, lupakan pegal dan lecet punggung yang sangat menyiksa, dan lupakan beratnya kelopak mata karena kita telah melangkah memasuki blok Jambangan dalam keadaan mulai gelap.
.
Dimana langkah – langkah kita yang sebelumnya tegar ?, dimana canda - ceria yang sebelumnya terasa segar ? dimana semangat kebersamaan yang sebelumnya membara ? Apakah telah tertinggal bersama keperkasaan Mahameru ?
.
Ketika matahari terkubur di ufuk barat, ketika Blok Jambangan terasa pekat, ketika itulah sebagian dari kita harus menerima kenyataan bahwa segala yang kita rasakan lebih banyak daripada yang kita lihat, sebagian dari kita hanya bisa bertanya tanpa merasakan, sementara sebagian dari kita berusaha untuk tidak membuat suasana hitam, pekat dan beku terasa menghantui kita. Beberapa dari kita berusaha untuk tidak menyusuri Blok Jambangan saat malam hari, beberapa dari kita pernah mendengar cerita - cerita xxx tentang kawasan tersebut, beberapa dari kita dapat melihat yang gaib, sedangkan ada diantara kita yang buta akan hal tersebut. Beberapa dari kita terbiasa akan kejadian - kejadian magis dan beberapa dari kita merasa sangat tersiksa. Mengapa Ulfa harus tertunduk dan pucat pasi saat baru beberapa ratus meter memasuki Blok Jambangan? Apakah tingginya kualitas magis di blok tersebut dirasakan Ulfa ? Apakah hanya dia ? Mengapa hanya dia ? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh Teddy yang pada akhirnya mengaku dapat merasakan hal - hal magis sama seperti yang Ulfa rasakan. Jika ini adalah beban yang menyiksa, Kita berdelapan, mengapa hanya dua yang merasakannya ?
.
Pandangan mata terasa liar di Blok Jambangan, berubah perih saat memasuki Oro Oro Ombo. Nyala bara berserakan di kedua sisi jalur tersebut, membuat kita harus menebar pandangan extra hati - hati untuk menghindarinya. Perih dan menyakitkan membuat kita hanya bisa bergumam dalam hati tentang kapankah akhir dari semua ini ? Saat itu seluruh sisi sepanjang jalur Oro - Oro Ombo tidak tersisa oleh ganasnya si jago merah, membara dan menyala, seakan musim kemarau yang seharusnya telah berakhir tidak pernah peduli akan impian kita terhadap hijau dan asrinya Blok Oro-Oro Ombo ditengah sebuah taman nasional terbaik di pulau Jawa yang kita kenal sebelumnya. Jika sebuah taman nasional terbaik dipulau Jawa ini selalu tersiksa oleh kebakaran dimusim kemarau dan longsor pada musim hujan, akankah taman nasional lainnya bernasib lebih baik ? Akankah nanti, suatu ketika kita atau anak – anak kita masih dapat merasakan nikmatnya dunia petualangan nyata diluar pagar peradaban dunia fana kita sehari – hari ?
.
Setelah beberapa kali beristirahat sejenak, setelah Ulfa dan Teddy terasa semakin murung oleh deraan dunia yang tidak semua dari kita rasakan, setelah mengetahui bahwa Surya, Rangga dan Kiting telah sampai dipunggungan Tanjakan Cinta, setelah perih yang mendera, kita sampai di akhir Blok gosong dan sangit Oro - Oro Ombo dengan silang menyilang sinar senter Surya menembusi datar dan lapangnya savannah antara punggungan Tanjakan Cinta dan Blok Oro – Oro Ombo.
.
Beberapa menit menyisiri lereng sebelah timur savannah, bergegas kita henyakkan bokong ke rerumpuran punggungan Tanjakan Cinta, tetapi akan terasa lebih perih nantinya karena logistik yang kita tanam kemaren harus kita pikul bersama kembali menuruni turunan cinta yang sama menyesakan dengan ketika menaikinya, walaupun kita tau bahwa Ranu Kumbolo hanya sejauh lengan mata memandang dan terbentang di hadapan kita.
.
~
.
.